RINGKASAN EKSEKUTIF

Saat Indonesia bersiap menghadapi musim kebakaran hutan dan lahan tahun 2020, sebuah kajian data yang tepat pada waktunya tentang dampaknya terhadap masyarakat yang terdampak asap kebakaran menunjukkan bahwa para pemegang kekuasaan saat ini ataupun sebelumnya secara konsisten dan masif terus meremehkan dampak karhutla terhadap kesehatan manusia. Kajian tersebut juga menyajikan bukti-bukti kuat dari penelitian, yang menunjukkan bahwa risiko dan tingkat keparahan infeksi dari Covid-19 dapat meningkat secara signifikan di kalangan masyarakat yang memang sudah rentan yang terpapar polusi udara tingkat tinggi.

Selama hampir empat dekade, asap beracun dan polusi udara dari kebakaran hutan dan lahan gambut tahunan telah menimbulkan kerugian yang sangat besar terhadap masyarakat, keanekaragaman hayati, lingkungan dan ekonomi Indonesia serta negara-negara tetangga.

Para pemegang kekuasaan terdahulu sampai sekarang telah sangat meremehkan skala dampaknya terhadap kesehatan manusia. Setelah musim kebakaran yang menghancurkan di tahun 2015, angka resmi untuk jumlah korban tewas hanya mencapai 24 nyawa. Sebaliknya, ahli epidemiologi memperkirakan puluhan ribu orang telah meninggal; laporan-laporan pemantauan menyatakan kebakaran-kebakaran tersebut telah menciptakan “kemungkinan kualitas udara berkelanjutan terburuk yang pernah dicatat dunia”; dan peneliti lain memperkirakan puluhan juta orang telah terpapar berbagai tingkat polusi udara, mulai dari yang ‘tidak sehat’ hingga ‘berbahaya’.

Kesehatan masyarakat di kawasan ASEAN telah terganggu dan ribuan lainnya mengalami kematian dini, akibat paparan asap yang sebenarnya bisa dihindari. Aktivitas komersial, terutama pembukaan hutan dan pengeringan lahan gambut oleh industri kelapa sawit, bubur kayu dan kertas telah mengeringkan sebagian lanskap di Indonesia, menciptakan kondisi yang sempurna untuk kebakaran. Meskipun memiliki kewenangan untuk mencegah proses yang merusak ini, pemerintah Indonesia secara konsisten mengizinkan industri sawit, bubur kayu dan kertas untuk terus mengambil jalur yang merusak ini.

Berbagai penelitian telah menemukan bahwa kebakaran di lahan gambut Indonesia, yang mencakup hampir setengah dari lahan terbakar di area konsesi-konsesi komersial, menghasilkan polusi yang khususnya sangat merusak kesehatan. Kebakaran di lahan gambut menciptakan proporsi partikel halus (PM2,5) yang lebih tinggi dibandingkan kebakaran hutan lainnya. Partikel-partikel ini, 30 kali lebih kecil dari rambut manusia, lebih mudah diserap dan merusak kesehatan manusia.

Gangguan kesehatan akibat polusi udara dari karhutla telah lama didokumentasikan. Namun, pemantauan resmi kualitas udara masih sepenuhnya belum memadai di Indonesia. Pemantauan polusi di negara-negara tetangga jauh lebih luas dan dapat diandalkan. Kombinasi data dari negara-negara lain, serta penelitian-penelitian pemodelan yang akurat, telah memberikan bukti-bukti kuat tentang dampak kesehatan berskala besar di seluruh kawasan tersebut.

Dengan meneliti data dan literatur yang tersedia, kesamaan yang jelas juga muncul antara dampak kesehatan akibat paparan polusi udara dengan kerentanan terkait pandemi Covid-19.

Selain menyebabkan masalah kesehatan yang serius seperti paru-paru kronis, peningkatan infeksi pernapasan, dan penyakit kardiovaskular, kini semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa polusi udara dapat meningkatkan risiko terjangkit infeksi Covid-19 dan memperburuk keparahan infeksi penyakit ini bagi mereka yang sudah positif terjangkit Covid-19.

Penelitian yang dilakukan awal tahun ini di Tiongkok menemukan bahwa paparan polusi udara secara signifikan lebih tinggi pada pasien-pasien positif Covid-19. Telah ditetapkan bahwa pasien positif Covid-19 dengan masalah penyakit bawaan, seperti diabetes, hipertensi, penyakit kardiovaskular, dan kondisi paru-paru kronis termasuk asma dan penyakit paru obstruktif kronik, berisiko lebih besar harus mendapat perawatan rumah sakit dan bahkan meninggal. Banyak orang yang memiliki masalah kesehatan yang sama disebabkan atau diperburuk oleh kebakaran hutan – termasuk polusi dari karhutla yang berulang kali terjadi di Indonesia.

Walaupun berbagai penelitian sebelumnya menyoroti para lansia sebagai kalangan yang sangat rentan, baik terhadap polusi karhutla maupun infeksi Covid-19, namun satu studi baru juga menyoroti risiko yang dihadapi generasi-generasi berikutnya akibat dari karhutla yang berulang kali terjadi. Anak-anak yang terpapar asap di usia muda selama tinggal di Sumatera atau Kalimantan selama kebakaran tahun 1997 diperiksa di tahun-tahun berikutnya dan menunjukkan angka tamat sekolah yang lebih rendah, skor yang lebih rendah dalam tes kognitif, dan pertumbuhan fisik yang lebih lambat daripada anak-anak yang tidak terpapar asap. Tinggi dan berat badan anak yang lebih rendah untuk kelompok usianya merupakan indikator kesehatan yang buruk. Data hasil penelitian ini sangat memprihatinkan, mengingat temuan Ikatan Dokter Anak Indonesia yang menyatakan kesehatan yang buruk di kalangan anak-anak miskin sebagai penyebab Indonesia tercatat sebagai negara dengan salah satu angka kematian tertinggi di dunia akibat Covid-19 – 51 kematian dilaporkan di bulan Juli dan naik dua kali lipat di bulan berikutnya.

Argumen untuk dilakukannya tindakan yang cepat dan tegas dalam rangka mengakhiri krisis kebakaran di Indonesia tidak terbantahkan lagi. Berbagai penelitian selama beberapa dekade terakhir telah mengungkap dampak kebakaran hutan dan lahan terhadap keanekaragaman hayati di Asia Tenggara. Emisi karbon mengubah pola iklim yang mempengaruhi musim kemarau di Indonesia, memperburuk kebakaran dan membuatnya lebih sering terjadi, yang selanjutnya melepaskan lebih banyak emisi dan mempercepat perubahan iklim. Biaya ekonomi yang sangat besar dari pembiaran penciptaan kondisi untuk terjadinya kebakaran-kebakaran ini mencapai miliaran dolar.

Namun, poin utama dari bukti-bukti ini dengan jelas menunjukkan bahwa kebakaran hutan dan lahan gambut juga merupakan krisis kesehatan masyarakat yang besar, krisis yang berisiko diperparah oleh pandemi global Covid-19.

Berbagai komitmen dunia industri dan regulasi pemerintah sudah ada, yang perlu diperkuat lebih lanjut, bahkan dalam bentuknya saat ini sudah dapat mengurangi terjadinya kebakaran. Sangat penting bagi pemerintah Indonesia untuk menegakkan kendali terhadap berbagai regulasi tersebut, mencegah pembukaan hutan dan pengeringan lahan gambut; meminta pertanggungjawaban industri yang terus bertindak bebas tanpa hukuman; dan memastikan agar kesehatan masyarakat lebih didahulukan daripada keuntungan perusahaan.

BACA LAPORAN SELENGKAPNYA DISINI

Lindungi Hutan

Kebakaran hutan tidak hanya mengancam kehidupan manusia, tapi juga mengancam satwa liar asli Indonesia yang terancam punah. Bantu kami wujudkan Nol Deforestasi.

Ikut Beraksi